Today

TKI Indonesia Ditahan Pihak Kepolisian Singapura Atas Tuduhan Keterangan Palsu

Seorang pekerja rumah tangga asal Indonesia dijatuhi hukuman satu minggu penjara setelah mengakui bahwa ia telah membuat laporan tidak benar
Seorang pekerja rumah tangga asal Indonesia dijatuhi hukuman satu minggu penjara setelah mengakui bahwa ia telah membuat laporan tidak benar

TERBITJABAR.COM | SINGAPURA – Seorang pekerja rumah tangga asal Indonesia dijatuhi hukuman satu minggu penjara setelah mengakui bahwa ia telah membuat laporan tidak benar kepada polisi, dengan menyatakan bahwa dirinya menjadi korban kekerasan seksual oleh suami majikannya.

Nama perempuan berusia 36 tahun tersebut tidak diungkapkan dalam dokumen pengadilan, dan identitas pria yang dituduh juga dirahasiakan sesuai perintah larangan publikasi demi menjaga privasi pihak-pihak yang terlibat.

Dikutip suarabmi.co.id dari Channel News Asia, dalam sidang pengakuan bersalah yang digelar pada 15 Oktober, terungkap bahwa pekerja tersebut mulai bekerja untuk sebuah keluarga di Singapura pada Mei 2023. Selain pekerjaan rumah tangga, ia juga membantu merawat anak dari pasangan tersebut.

Menurut keterangan jaksa, pada sekitar September 2024, pekerja dan suami majikan yang merupakan seorang penduduk tetap Singapura berusia 40 tahun, mulai menjalin hubungan pribadi yang bersifat sukarela.

Hubungan tersebut berlangsung hingga Februari 2025 dan melibatkan kedekatan fisik pada beberapa kesempatan di rumah majikannya.

Namun, pada dini hari tanggal 25 Februari, kepolisian menerima laporan dari pekerja tersebut yang menyatakan bahwa ia telah mengalami tindakan yang tidak diinginkan dari pria tersebut. Ia mengatakan bahwa pria itu beberapa kali mendekatinya secara tidak pantas, termasuk dengan mematikan kamera pengawas dan masuk ke ruang pribadinya.

Pekerja ini kemudian dibawa ke rumah sakit untuk pemeriksaan, dan dalam wawancara dengan petugas, ia kembali mengklaim bahwa ia telah mengalami tindakan yang melanggar persetujuan pada tanggal 24 Februari serta dua kali sebelumnya pada September 2024.

Ia juga menyebutkan bahwa alasan keterlambatan pelaporan karena rasa takut akan dideportasi.

Namun, setelah dilakukan pemeriksaan lanjutan, termasuk wawancara ulang pada malam yang sama, pekerja tersebut akhirnya mengakui bahwa seluruh interaksi fisik dengan pria itu terjadi atas dasar sukarela.

Ia mengungkapkan bahwa perasaan bersalah serta keinginannya untuk menghentikan hubungan tersebut mendorongnya membuat laporan yang tidak benar.

Pekerja ini didampingi oleh pengacara Josephine Chee dari firma Rajah & Tann, yang mewakilinya di bawah Skema Bantuan Hukum Pidana (CLAS).

Dalam pembelaannya, Chee menyampaikan bahwa kliennya merasa berada dalam situasi yang sulit karena pria tersebut merupakan sosok yang memiliki posisi dominan di lingkungan kerjanya.

Menurut pengacara, kliennya sempat mengalami tekanan sejak Agustus 2024, saat pria tersebut mulai mendekatinya secara pribadi.

Ia merasa kesulitan untuk menolak karena khawatir akan dampaknya terhadap pekerjaannya, termasuk kemungkinan diberhentikan atau dipulangkan.

Pekerja itu juga disebut sempat mengungkapkan kekhawatirannya kepada adik perempuannya melalui pesan pribadi, serta menghubungi seorang tokoh media sosial asal Indonesia yang dikenal membantu PRT di Singapura.

Chee menjelaskan, bahwa meski kliennya telah membuat laporan yang tidak sesuai fakta, ia segera menyampaikan kebenaran kepada pihak berwenang pada hari yang sama.

“Ia tidak memperoleh keuntungan pribadi dari perbuatannya, selain harapan keliru bahwa tindakannya akan menghentikan situasi yang tidak diinginkan,” ujarnya.

Pengacara juga menambahkan bahwa pekerja ini adalah ibu dari dua anak di Indonesia dan sangat membutuhkan pekerjaan tersebut untuk menopang kehidupan keluarganya.

Ia hanya menerima sebagian kecil dari gaji bulanannya selama beberapa bulan pertama karena harus melunasi biaya agensi.

Atas pelanggaran berupa memberikan informasi tidak benar kepada aparat penegak hukum, ia dijatuhi hukuman satu minggu penjara. Setelah menjalani masa hukuman, ia akan dipulangkan ke Indonesia dan tidak dapat kembali bekerja di Singapura sebagai pekerja rumah tangga.

Menurut hukum yang berlaku, memberikan keterangan palsu kepada petugas publik dapat dikenai hukuman maksimal dua tahun penjara, denda, atau keduanya.***

Related Post

Tinggalkan komentar