Today

Wartawan Indramayu Bangkit Melawan Pengosongan Graha PERS Indramayu (GPI)

TERBITJABAR.COM | INDRAMAYU — Pendopo Kabupaten Indramayu hari ini berubah menjadi panggung perlawanan. Sekitar 100 wartawan dari 21 organisasi pers tumpah ruah dalam aksi demonstrasi besar-besaran, menyuarakan penolakan keras terhadap kebijakan pengosongan Gedung Graha Pers Indramayu (GPI) yang dinilai sewenang-wenang dan tanpa dialog, Pada Hari Kamis (2/7/2025)

Cabut Surat Pengosongan

Aksi ini dipicu oleh surat pengosongan GPI yang dikeluarkan oleh Bupati Kabupaten Indramayu, Lucky Hakim, melalui Sekda Aep Surahman.

Para jurnalis menilai keputusan tersebut tidak hanya sepihak, tetapi juga mencerminkan sikap otoriter yang mengabaikan eksistensi dan kontribusi insan pers di daerah.

Menurutnya, Gedung GPI bukan sekedar bangunan ia adalah simbol ruang demokrasi, tempat bernaungnya puluhan organisasi wartawan yang selama ini menjadi mitra kritis pemerintah.

Pengosongan tanpa musyawarah dianggap sebagai bentuk pelecehan terhadap profesi jurnalis dan upaya membungkam suara independen.

Bupati Bertindak Kejam

Dalam orasinya, Chong Soneta, Ketua Forum Perjuangan Wartawan Indramayu (FPWI), tak menahan amarahnya. Ia menyebut tindakan Bupati sebagai bentuk kekejaman birokrasi yang tak berperasaan. “Bupati satu ini kelihatan pendendam,” ujarnya, merujuk pada ketegangan lama yang muncul sejak Pilkada lalu. Ia juga menyinggung adanya “pengkhianat” di tubuh PERS yang diduga menjadi dalang di balik kebijakan ini,

Pemimpin Sombong Harus Dilawan

Nada perlawanan juga datang dari Atim Savano, Ketua IWOI, yang menyebut Pemda Indramayu telah bertindak arogan. “Kalau mau mengosongkan GPI, harus mediasi dahulu. Jangan main preman,” tegasnya. Ia menilai kebijakan ini sebagai bentuk penghinaan terhadap jurnalis yang selama ini menjadi pilar keempat demokrasi.

Kritik Tajam dan Sindiran Pedas

Dalam orasi yang menggema di halaman Pendopo, Hendra Sumiarsa mengajak rekan-rekannya untuk tetap rasional namun tak gentar. “Toh pasti mereka (Bupati) tidak bersih-bersih amat,” sindirnya, menyinggung kemungkinan adanya kepentingan tersembunyi di balik pengosongan GPI.

Sementara itu, Tomi Susanto menyerukan aksi lanjutan dengan menduduki Pendopo hingga pemerintah daerah bersedia membuka ruang dialog. “Kita tidak akan mundur sampai ada solusi yang adil,” tegasnya.

Demokrasi Lokal dalam Ujian

Aksi ini bukan sekadar protes atas pengosongan gedung. Ia adalah refleksi dari krisis komunikasi antara pemerintah dan pers, serta ujian bagi komitmen demokrasi lokal. Ketika ruang-ruang kritis mulai disingkirkan, maka yang tersisa hanyalah kekuasaan yang tak tersentuh kritik.

Apakah ini awal dari pembungkaman PERS di Indramayu Atau justru momentum kebangkitan jurnalisme yang lebih berani dan independen, Waktu yang akan menjawab namun satu hal pasti suara wartawan hari ini menggema lebih keras dari biasanya.

Related Post

Tinggalkan komentar